Thursday, February 2, 2012

KERAJAAN-KERAJAAN DI MAROS Bagian II


KERAJAAN MARUSU


Kerajaan Marusu merupakan Kerajaan tertua di Wilayah Maros, hanya dalam konteks ini Marusu tidak lagi dianggap sebagai Kerajaan yang dibentuk oleh Karaeng LoE ri Pakere sebab telah mengalami pergeseran wilayah yang teramat jauh demikian pula bentuk dan status pemerintahannya sangat berbeda dengan zaman Karaeng LoE ri Pakere dan pewarisnya yang berbentuk Kerajaan/Monarki absolut, tetapi Marusu disini adalah wilayah yang terbentuk sebagai Kerajaan Lokal, daerah protektorat Kerajaan Bone, pasca Perang Bone I kemudian selanjutnya menjadi Distrik Adat Gemenschap.

Pasca era KaraEng LoE ri Pakere, Marusu diperintah secara berurutan oleh :

1. La Mamma Daeng Marewa Tunibatta Matinroe ri Samanggi
2. La Tifu Daeng Mattana Matinroe ri Marusu
3. La Mappalewa Daeng Mattayang Matinroe ri Karaso
4. La Manyandari Daeng Paranreng Matinroe ri Campagae
5. La Mallawakkang Daeng Pawello Matinroe ri Kuri
6. La Surulla Daeng Palopo Tumenanga ri Bundu’na
7. I Mappasossong Daeng Pabundu Matinroe ri Kassikebo
8. I Pake Daeng Masiga Karaeng Ilanga Matinroa ri Masigi’na
9. Haji Abdul Hafid Daeng Ma’ronrong
10. Muhammad Tajuddin Daeng Masiga

Daerah-daerah yang menjadi wilayah hukum Marusu adalah melingkupi 34 kampung, yaitu Taipa, Baru-baru, Kaemba, Pampangan, Kanjitongang, Jawi-jawi, Kampala, Barambang, Allu, Kaluku, Manrimisi Marusu, Kuri Lompo, Kassikebo, Betang, Bentang, Marusu, Data, Palisi, Bontobiraeng, Bontomanai, Patte’ne, Pangkaje’ne, Lekoala, Tekolabbua, Matana, Bulu-bulu, Kalli-kalli, Mannuruki, Mambue, Bontokappong, Batiling, Leppakkomai, Mannaungi dan Satanggi

Pada tahun 1963 Marusu bersama Turikale, Lau dan Bontoa dilebur dengan nama Kecamatan Maros Baru, dengan Camat I ialah Muhammad Tajuddin Daeng Masiga Karaeng Marusu.



KERAJAAN BONTOA


Pada awalnya Bontoa bernama Tanetea setelah berdiri sebagai sebuah daerah berpemerintahan adat maka namanya diubah menjadi Bontoa.

Bontoa dibuka pertama kali oleh I Manjarrang, putera Karaeng Labbua Tali Bannanna Bangkala. I Manjarrang diperintahkan membuka perkampungan di Bontoa setelah mempersunting puteri Raja Gowa untuk dijadikan pemukiman bersama keluarga dan para pengikutnya.

Urut-urutan raja yang memerintah Bontoa sejak berdirinya hingga tahun 1963 adalah sebagai berikut :

1. I Manjarrang
2. I Manjuwarang
3. I Daeng Siutte
4. I Daeng Manguntungi
5. I Pakandi Daeng Massuro
6. I Pandima Daeng Malliongi
7. I Daeng Tumani
8. I Mangngaweang Daeng Mangalle
9. I Rego Daeng Mattiro
10. I Parewa Daeng Mamala
11. I Sondong Daeng Mattayang
12. I Bausa Daeng Sitaba Karaeng Tallasa
13. I Bambo Daeng Matekko Sullewatang Lau
14. I Radja Daeng Manai
15. Abdul Maula Intje Jalaluddin
16. I Radja Daeng Manai (ke-2 kalinya)
17. Andi Mamma Daeng Sisila
18. Andi Djipang Daeng Mambani
19. Haji Andi Mamma Daeng Sisila (ke-2 kalinya)
20. Andi Djipang Daeng Mambani (ke-2 kalinya)
21. Haji Andi Radja Daeng Nai Karaeng Loloa
22. Haji Andi Muhammad Yusuf Daeng Mangngawing

Wilayah hukum Bontoa melingkupi 16 kampung daerah pesisir pantai, sebelah Utara Marusu, yaitu Bontoa, Salenrang, Sikapaya, Balosi, Parasangang Beru, Panaikang, Batunapara, Tangnga Parang, Lempangang, Panjallingang, Ujung Bulu, Belang-belang, Suli-suli, Pannambungan, Mangemba dan Tala’mangape.


KERAJAAN LAU’


Lau' pada awalnya adalah sebuah daerah Kasullewatangan (kesultanan) yang dibentuk dalam tahun 1824 ketika pasukan Bone berhasil diusir dari wilayah Maros, oleh pemerintah Gubernemen membentuk empat daerah Kasullewatangan yaitu Lau’, Wara, Raya dan Timboro.

Yang menjadi Sullewatang Lau’ pertama adalah La Mattotorang PagelipuE Abdul Wahab Daeng Mamangung, putera dari La Mauraga Sultan Adam Datu Mario ri Wawo dari istri bernama Ince Jauhar Manikam I Denra Petta WaliE puteri dari Ince Abi Asdollah Dato’ Pabean, Bendahara Kerajaan Gowa.

Selanjutnya La Mattotorang Daeng Mamangung diangkat menjadi Regent/Karaeng Lau’ pertama ketika seluruh daerah pemerintahan adat di Maros dibentuk menjadi Regentschappen. Ketika wafat La Mattotorang Daeng Mamangung dimakamkan di Laleng Tedong sehingga diberi gelar anumerta Matinroe ri Laleng Tedong.

Urut-urutan raja yang memerintah Lau’ adalah sebagai berikut :

1. La Mattotorang Daeng Mamangung Matinroe ri Laleng Tedong
2. La Tenrowang Daeng Pasampa Matinroe ri Manrimisi
3. La Rombo Muhammad Saleh Daeng Lullu Matinroe ri Kassikebo
4. Andi Pappe Daeng Massikki
5. Andi Abdullah

Wilayah hukum Lau’ melingkupi 31 buah Kampung, yaitu Maccini Ayo, Lemo-lemo, Bontokadatto, Bontorea, Pute, Sampobia, Galaggara, Langkeang, Lopi-lopi, Tammate, Bulu’sipong, Tapieng, Pacelle, Pappandangang, Sengkalantang, Manrimisi Lau, Kalumpang, Balang-balang, Coppenge, Kacumpureng, Nipa, Jangka-jangkaE, Laleng Tedong, Campagae, Pandanga, Padaria, Binanga Sangkara, Mangara’bombang, Sabanga, Marana’ dan Kaddarobo’bo.


KERAJAAN TURIKALE


Wilayah Turikale pada awalnya hanya didiami segelintir manusia dengan cara hidup tidak menetap. Daerahnya pun masih merupakan hutan-hutan dan daerah persawahan. Sungai Maros melintas ditengahnya. Setelah Karaeng LoE ri Marusu (Raja Maros III) memindahkan pusat kerajaan dari Pakere ke Marusu, penduduk Pakere dan beberapa kampung di sekitarnya yang banyak penduduknya mulai berpindah mendekati pusat kerajaan yang baru membuka perkampungan dan pemukiman baru.

Putera Karaengta Barasa yang bernama Muhammad Yunus Daeng Pasabbi (Kare Yunusu), dikirim oleh ayahandanya mengikuti Pendidikan Tinggi Agama Islam di Bontoala. Dalam masa pendidikannya ia berkenalan dengan salah seorang putera Raja Tallo ( I Mappau’rangi Karaeng Boddia) yang bernama I Mappibare Daeng Mangiri. Persahabatan yang terjalin di antara mereka sangatlah akrab. Mereka berdua setiap ada kesempatan saling bertukar fikiran dan berdiskusi dalam banyak hal, baik menyangkut ketatanegaraan terlebih lagi ikhwal Agama Islam.

Setelah Karaengta Barasa mangkat, Muhammad Yunus Daeng Pasabbi naik tahta menggantikan ayahnya sebagai Raja Maros VIII.
Di masa pemerintahannya, beliau kemudian mengajaknya sahabatnya I Mappibare Daaeng Mangiri untuk menetap di Maros untuk bersama-sama memajukan agama Islam.

I Mappibare Daeng Mangiri ternyata tidak keberatan lalu menetaplah Ia di Maros dan kepadanya diberikan wilayah ini sebagai wilayah yang dikuasainya sekaligus sebagai tempat I Mappibare Daeng Mangiri melaksanakan kegiatan pengembangan Ilmu Agama Islam.
Perkampungan yang diberikan kepadanya itu diberi nama TURIKALE artinya Kerabat Dekat, untuk memberikan pertanda bahwa I Mappibare Daeng Mangiri yang diberi kuasa menempatinya adalah kerabat keluarga yang sangat akrab.

Maka jadilah Turikale yang tadinya sebuah perkampungan tidak bertuan menjadi wilayah yang teratur, sebab menjadi pusat pendidikan Agama Islam. Statusnya sebagai wilayah otorita pengembangan Islam tetap dipertahankan.
Turikale bukan sebagai wilayah hukum berpemerintahan melainkan kesannya lebih seperti sebuah daerah khusus istimewa.

I Mappibare Daeng Mangiri memperistrikan seorang puteri bangsawan Gowa bernama I Duppi Daeng Ma’lino dan setelah mangkat kepemimpinannya digantikan oleh puteranya bernama I Daeng Silassa.

I Daeng Silassa memperistrikan sanak keluarganya dari Gowa/Tallo yang bernama Habiba Daeng Matasa, yang melahirkan sepasang putera-puteri, yaitu I Lamo Daeng Ngiri dan I Tate Daeng Masiang.

I Lamo Daeng Ngiri ini sekitar tahun 1796 kemudian membuka babakan baru di Turikale setelah menjadikan Turikale tidak saja sebagai daerah pengembangan Agama Islam tetapi juga sebagai sebuah daerah berotonomi dan berpemerintahan sendiri. Hal ini tentu sangat memungkinkan bagi I Lamo Daeng Ngiri, sebab Turikale telah memiliki pengaruh yang sangat luas. Turikale kemudian diproklamirkan sebagai sebuah Kerajaan berpemerintahan sendiri yang lepas dari kekuasaan hukum kerajaan manapun juga.

Urut-urutan raja yang memerintah Turikale adalah:

1. I Lamo Daeng Ngiri (1796 - 1831)
2. Muhammad Yunus Daeng Mumang (1831 - 1859)
3. La Oemma Daeng Manrapi (1859 - 1872)
4. I Sanrima Daeng Parukka (1872 - 1882)
5. I Palaguna Daeng Marowa (1882 - 1817)
6. Andi Abdul Hamid Daeng Manessa (1917 - 1946)
7. Haji Andi Mapparessa Daeng Sitaba (1946 - 1959)
8. Andi Kamaruddin Syahban Daeng Mambani (1959 - 1963)

Wilayah-wilayah yang merupakan daerah hukum Turikale meliputi 43 kampung, yaitu Redaberu, Solojirang, Bontokapetta, Kasuwarang, Soreang, Bontocabu, Tambua, Kassijala, Pattalasang, Rea-rea, Manrimisi Turikale, Kuri Caddi, Sungguminasa, Data, Panaikang, Buttatoa, Tumalia, Baniaga, Maccopa, Kassi, Buloa, Sangieng (Tana Matoana Turikale), Pakalli, Bonti-bonti, Paranggi, Moncongbori, Mangngai, Manarang, Camba Jawa, Bunga Ejaya, Pa’jaiyang, Ammesangeng, Samariga, Leang-leang, Tompo’balang, Labuang, Karaso, Bonto Labbua, Tabbua, Balombong, Balanga, Tala’mangape dan Sanggalea.

Selanjutnya lahir Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959 yang diberlakukan mulai tanggal 1 Juni 1963. Pada saat itu seluruh Kerajaan Lokal/Distrik Adat Gemenschaap termasuk Turikale dilebur. Turikale bersama dengan Marusu, Lau’ dan Bontoa dilebur menjadi sebuah kecamatan dengan nama Kecamatan Maros Baru.

No comments:

Post a Comment